Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

'Belah Semangka', Bertawaran Harga di Balik Perkara

'Belah Semangka', Bertawaran Harga di Balik Perkara Kredit Foto: Wikimedia Commons

"Gimana sih Pak. Bapak minta uang segini, kami siapin. Memangnya cari uang gampang? Cari uang itu susah pak," cecar Desi menuding Anton.

Anton bergeming. Dua orang polisi yang ada di ruangan melerai kegaduhan. Cecep terbawa suasana hingga ikut marah ke Anton. "Saya tunggu kamu di luar," balas Anton.

Baca Juga: Wartawan Wanita Melarikan Diri dari Afghanistan usai Wawancara dengan Jubir Taliban

Terjadi intimidasi

Ahmad Amri, jurnalis Suara.com, mengaku mendapat intimidasi dari Jaksa Anton Nur Ali saat berupaya mengonfirmasi kasus dugaan adanya penerimaan uang dari Desi Sefrilla. Jumat 22 Oktober 2021, Ahmad Amri mengirimkan pesan ke Kasi Penkum Kejati Lampung, I Made Agus Putra Adyana, untuk mengonfirmasi masalah dugaan penerimaan uang. Agus membalas dengan minta waktu bertemu siang hari itu juga.

Siang pada hari yang sama, Ahmad Amri berada di ruangan wartawan Kejati Lampung untuk menunggu Agus. Ketika itulah ia melihat Anton melintas hendak keluar kantor. Amri berlari menuju Anton untuk mengonfirmasi informasi. Namun, Anton mengajak Amri berbicara di ruangannya.

"Iya ke ruangan saja, simpan dulu HP dan barang-barang kamu karena aturannya tidak boleh bawa HP ke dalam ruangan," kata Anton ke Amri.

Amri awalnya sempat menolak karena ponsel adalah alat kerjanya sebagai jurnalis. Kemudian, ada seorang berpakaian preman mempertegas agar Amri meletakkan barang bawaan ke dalam almari, termasuk ponsel serta tas.

"Sini Bapak, handphone dan tas disimpan di loker ini. Bapak bawa kuncinya, baru bapak ke atas, aturannya begitu," kata lelaki itu.

Setelah menuruti perintah itu, Amri bersama Anton naik ke lantai dua, ke ruangan yang disebut belakangan. "Silakan duduk di situ. Sebenarnya dari kemarin, waktu kamu WA sebelumnya, saya sudah bawa dua orang cari kamu, tetapi enggak ketemu," kata Anton ke Amri.

Lalu, Anton mengatakan dirinya banyak berteman dengan wartawan senior. Amri tidak diberi sela untuk mengonfirmasi benar tidaknya dugaan penerimaan uang dari keluarga terdakwa.

"WA kamu ke saya sudah saya screenshot, dan sudah saya kirim ke petugas Polda Lampung. Kamu memojokkan saya, kena UU ITE kalau saya laporkan ke Polda. Sebab dalam WA, kamu bilang saya menyuruh keluarga terdakwa mengirim uang ke saya. Ini tahun 2021, enggak mungkinlah saya berani begitu. Coba kamu tes ke jaksa lain terkait perkara, kamu mau kirim uang ke Jaksa itu, karena berkaitan dengan perkara pasti enggak berani. Kalau Jaksanya berani terima uang, saya kasih kamu dua mobil," tantangnya.

Anton menjelaskan, semestinya Amri lebih dulu menelepon dirinya dan meminta waktu bertemu, "Jangan main WA atau SMS." "Kan enak bertemu, kalau WA atau SMS ada bukti, bisa di-screenshot dan dilaporkan kamu, kena UU ITE," kata Anton lagi.

"Nanti kalau ada orang yang menelepon kamu, itu orangnya saya. Maaf ini saya mau ke polda ngurus kasus UU ITE juga. Terserah kamu, saya enggak pandang siapa orangnya. Kalau saya sudah terusik, saya laporkan. Saya bukan jaksa baru, kemarin sore, saya juga pernah di LSM. Maaf saya buru-buru ke polda," kata Anton, lantas meninggalkan ruangan.

Bantah terima uang

Setelah awak media ramai-ramai memberitakan adanya intimidasi tersebut, Kejati Lampung menggelar konferensi pers, pada hari yang sama pula. Dalam konferensi pers itu, Jaksa Anton membantah menerima uang dari keluarga terdakwa.

"Terus masalah terima uang transfer itu, saya jawab bahwa saya tidak terima, kalau memang ada bukti, laporkan dan saya siap diborgol," kata Anton.

Kasi Penkum Kejati Lampung I Made Agus Putra Adyana mempertegas pernyataan rekan sekerjanya itu. Agus membantah dugaan Jaksa Anton menerima uang. "Terkait, informasi yang dikonfirmasi rekan kita, dari jurnalis Suara.com, Jaksa Anton membantah dan tidak pernah menerima uang sebesar Rp30 juta itu."

DPR minta jaksa Agung turun tangan

Anggota Komisi III DPR RI Santoso menegaskan, Jaksa Agung ST Burhanuddin harus turun tangan dengan membentuk tim khusus untuk mengusut tuntas dugaan "tawar-menawar harga" perkara di Lampung tersebut.

"Jaksa Agung harus bertindak atas adanya dugaan jual-beli perkara itu. Jika terbukti, maka jaksa tersebut harus diberi sanksi keras, karena mencederai integritasi institusi Kejaksaan RI," kata Santoso, Senin (25/10/2021).

Menurut Santoso, Kejaksaan Agung harus segera membentuk tim khusus dan bergerak tanpa menunggu klarifikasi dari Kejati Lampung. "Biar tidak ada konflik kepentingan, maka cukup tim bentukan Jaksa Agung itu saja yang menangani," kata dia.

Selain itu, Santoso juga mengapresiasi jurnalis yang berani menyajikan skandal ini kepada publik. Karenanya, ia mengecam intimidasi yang menimpa jurnalis Suara.com. "Jurnalis bekerja berdasarkan undang-undang. Kebebasan pers adalah produk reformasi, bagian dari syarat negara demokrasi. Jika ada kode etik yang dilanggar jurnalis, pihak yang dirugikan bisa meminta klarifikasi, bukan intimidasi," tegas Santoso.

Santoso melanjutkan, "UU ITE jangan dijadikan alat pukul untuk membungkam dan mengebiri kebebasan pers."

Perintah Komisi Kejaksaan

Ketua Komisi Kejaksaan RI Barita Simanjuntak menegaskan, sudah berkoordinasi dengan Jaksa Agung Muda Pengawasan Kejagung perihal dugaan jual-beli pasal di Lampung.

"Mengenai soal ini, kami sudah berkoordinasi dengan Jamwas Kejagung untuk segera melakukan pemeriksaan dan klarifikasi terhadap yang bersangkutan," kata Barita kepada Suara.com, Senin malam.

Ia mengungkapkan, proses pemeriksaannya kekinian masih berlangsung. Barita memastikan, tim pengawasan Kejagung bekerja secara profesional mengusut tuntas dugaan tersebut. "Kami terus memantau, mengawasi penanganan kasus ini agar berjalan baik dan benar. Apabila pemeriksaan selesai, hasilnya akan disampaikan kepada kami, sesuai mekanisme kerja," kata Barita.

Kejagung bergerak

Kejaksaan Agung RI telah memerintahkan Jaksa Agung Muda Pengawasan Asisten untuk mengusut dugaan permintaan uang terkait orang yang tengah berperkara di Lampung.

"Jaksa Agung Muda Pengawasan telah memerintahkan langsung Kepala Kejaksaan Tinggi Lampung untuk segera mengklarifikasi dugaan permintaan ataupun penerimaan uang," kata Kepala Pusat Penerangan Kejaksaan Agung RI Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Sabtu (23/10) akhir pekan lalu.

Jamwas Kejagung RI Amir Yanto, yang dikonfirmasi Suara.com Senin (25/10) malam, mengakui sudah bergerak menangani perkara ini. "Terakhir, saya sudah meminta Kajati Lampung untuk menindaklanjuti dugaan ini," kata Amir Yanto.

Banyak modus

Yuris Rezha Kurniawan, peneliti di Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, menegaskan bila terdapat bukti permulaan, dugaan penerimaan uang terkait perkara ini bisa dilaporkan ke polisi. Dia mengakui, kasus penerimaan uang yang melibatkan jaksa masih cukup sering terjadi dalam kurun waktu lima tahun terakhir.

"Kalau dilakukan pemetaan, ada lima modusnya," kata Yuris.

Modus pertama, memuluskan proyek dengan dalih pengawalan. Modus ini marak terjadi saat masih ada Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintah atau TP4D. Contoh kasusnya, seorang jaksa di Yogyakarta terjaring operasi tangkap tangan KPK.

Modus kedua, memeras yang sedang berperkara. Misalnya, kata Yuris, pemerasan terhadap kepala sekolah dengan dalih akan dijerat perihal dana BOS, seperti yang terjadi di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.

Modus ketiga, menghentikan atau tidak menindaklanjuti dugaan perkara korupsi. Temuan atau indikasi adanya praktik korupsi dibarter dengan pihak tertentu, agar perkaranya tidak dinaikkan ke pengadilan.

"Selanjutnya, modus keempat adalah mengatur tuntutan. Saat persidangan, jaksa bersepakat dengan pihak tertentu, semisal untuk menggunakan pasal yang lebih ringan, mengatur tuntutan, dan lain-lain. Itu pernah terjadi di kejati DKI, menjerat aspidsus DKI."

Kemudian modus kelima, berkomplot dengan terpidana untuk memperingan eksekusi. Kasus Jaksa Pinangki, yang seharusnya jadi eksekutor putusan pengadilan, justru membantu terpidana menghindar dari eksekusi.

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Puri Mei Setyaningrum

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: