Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Seperti Apa Rasisme di AS? Begini Kesaksian Orang-orang Asia yang Tinggal di Negeri Paman Sam

Seperti Apa Rasisme di AS? Begini Kesaksian Orang-orang Asia yang Tinggal di Negeri Paman Sam Kredit Foto: Reuters/Lindsey Wasson

Seberapa seriuskah prasangka anti-Asia di AS?

Banyak warga keturunan Asia Amerika dan orang-orang Asia di Amerika mengutarakan perubahan drastis yang mereka alami setelah wabah melanda.

Kimberly Ha misalnya, perempuan berusia 38 tahun, mengatakan dia merasakan perbedaan itu pada bulan Februari, setelah ada orang asing yang mulai meneriakinya saat dia berjalan dengan anjingnya di New York.

"Dia berteriak: 'Saya tidak takut pada orang-orang China yang radioaktif' dan mulai menunjuk ke arah saya, lalu dia berteriak lagi 'kalian tidak boleh berada di sini, keluar dari negara ini, saya tidak takut dengan virus ini yang kalian bawa," perempuan keturunan China Kanada yang sudah tinggal di New York selama lebih dari 15 tahun itu menuturkan.

Pada minggu-minggu berikutnya, dia juga memperhatikan ada "satu dari 10" orang yang dia temui di depan umum tampak marah saat menatapnya. "Saya belum pernah merasakan tingkat permusuhan seperti itu sebelumnya," katanya.

Sementara Madison Pfrimmer (23) yang tinggal di California, sudah mendengar tentang berbagai serangan anti-Asia.

Bulan April lalu, dia membantu pasangan lansia China di sebuah supermarket di Los Angeles. Madison menerjemahkan ketika mereka berhadapan dengan seorang perempuan yang marah-marah sembari melontarkan sumpah serapah dan melemparkan botol air mineral ke mereka dan menyemprotkan disinfektan.

"Dia berteriak, 'beraninya kalian datang ke toko tempat keluarga saya berbelanja, beraninya kalian datang dan merusak negara saya. Kalian adalah alasan mengapa keluarga saya tidak dapat menghasilkan uang,'" kenang Madison yang memiliki keturunan China.

Madison mengatakan dia mencoba berdamai dengan perempuan yang memarahinya karena membantu menerjemahkan untuk pasangan lansia itu dan melemparkan botol minuman ke arahnya, hingga membasahi kakinya.

Perempuan itu lalu melintas lagi ketika mereka tengah antre di kasir, sambil menyemprotkan sesuatu yang tampak seperti pengharum ruangan atau disinfektan ke arah tubuh mereka, tak cukup sampai di situ dia juga mengejar pasangan lansia itu sampai naik ke mobilnya.

Di sana dia mengambil foto mereka sambil berteriak "itu salahmu" , dan melontarkan kata-kata kasar seperti "China", "semua orang-orang kotor" dan "komunisme".

"Saya berlari menghampiri pasangan itu, memberi tahu mereka dalam bahasa Mandarin untuk masuk ke dalam mobil mereka, dan memasukkan barang-barang belanjaannya --saya menyodorkan telur lewat kaca mobilnya," kata Pfrimmer.

Perempuan itu terus mengikutinya sambil mengemudi --sampai akhirnya Pfrimmer sengaja mengarahkan kendaraannya mendekati sebuah kantor polisi.

Kelompok-kelompok HAM Asia dan San Francisco State University bekerja sama untuk memulai database bernama STOP AAPI HATE, yang mencatat laporan diskriminasi Covid-19 yang diarahkan pada orang-orang Asia Amerika dan Kepulauan Pasifik di AS.

Mereka menerima berbagai laporan dari 45 negara bagian, di mana sebagian besar kasus-kasus tersebut terjadi di California dan New York.

Insiden yang tercatat sejauh ini yang paling umum terjadi berupa pelecehan secara verbal. Namun penyerangan fisik, diskriminasi di tempat kerja, dan vandalisme muncul juga dalam database - kaum perempuan lebih banyak menjadi sasaran ketimbang laki-laki.

Russell Jeung, seorang profesor studi Asia-Amerika di San Francisco State University yang sudah menjalankan database tersebut, mengatakan dia menemukan begitu banyak insiden orang-orang yang "terkena batuk atau diludahi" sehingga dia menambahkannya sebagai kategori tambahan.

Itulah yang terjadi pada Ted Nghiem, seorang warga Amerika keturunan Vietnam di Philadelphia. Dia mengatakan pada bulan Maret, seorang pria menyumpahinya sembari berteriak "keluar dari sini, Anda menyebabkan virus corona" --tetapi itu tidak terlalu mengganggunya.

Namun, setelahnya di bulan yang sama seorang pria meludahinya ketika dia berjalan melintasinya, insiden itu "benar-benar membuatnya terpuruk selama satu atau dua hari".

"Saya memang melapor pada polisi tetapi saya tidak tahu apakah ada sesuatu yang terjadi, beruntung saya tidak tertular," kata Nghiem.

Database STOP AAPI HATE didasarkan pada pelaporan mandiri online. Analisis wawancara BBC yang terpisah dan laporan media AS mendapati liputan lebih dari 100 dugaan insiden sejak Januari yang tampaknya menargetkan orang-orang Asia.

Sekitar 70 persen dari insiden itu memiliki kaitan yang jelas dengan pandemi, dan sekitar 40 persen kasus dilaporkan ke polisi.

Beberapa insiden mencapai batas kejahatan rasial. Polisi Kota New York mengatakan mereka telah menyelidiki 14 kejahatan rasial terkait Covid-19, yang melibatkan 15 korban warga Asia. Setidaknya ada sembilan serangan fisik di negara bagian itu.

Di California, seorang lansia dipukul dengan sebatang besi, dan seorang remaja dibawa ke rumah sakit setelah diserang secara fisik. Di Texas, seorang anak berusia dua tahun dan enam tahun yang berasal dari satu keluarga Asia ditikam di sebuah supermarket.

ABC News yang memperoleh laporan dari FBI mengatakan bahwa "pelaku mengindikasikan bahwa dia menikam keluarga itu karena dia pikir keluarga itu orang China, dan menularkan virus corona kepada orang-orang".

Diketahui keluarga itu berasal dari Asia Tenggara. Beberapa orang Asia juga melaporkan mereka ditolak dari berbagai layanan seperti kamar hotel, atau naik transportasi Uber, karena etnis mereka.

Matt (bukan nama sebenarnya), seorang dokter keturunan China Amerika yang bertugas di ruang gawat darurat di Connecticut, melihat beberapa pasien minta dirawat di rumah sakit karena mereka mengatakan orang Asia batuk di dekat mereka.

Secara pribadi dia sendiri mengalami bias anti-Asia saat dirinya berupaya merawat seorang pasien yang diduga menderita Covid-19.

"Saya memakai APD, berjalan masuk dan memperkenalkan diri. Begitu mereka mendengar nama keluarga saya, mereka seperti `jangan sentuh mereka, apakah ada dokter pengganti --bisakah Anda tidak mendekati saya'."

Banyak kalangan minoritas lain menghadapi lebih banyak "jenis diskriminasi terang-terangan yang lebih buruk", ujar Matt --namun dia khawatir insiden seperti yang dia alami akan menurunkan moral para pekerja medis.

"Ini adalah kondisi yang membuat stress --jam kerja kami lebih panjang, mengenakan APD sepanjang waktu, dan banyak dari kami yang terpapar Covid-19."

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: