Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Penerapan Hukuman Mati Untuk Koruptor, Formappi: 'Memang Berani Lawan Oligarki?'

Penerapan Hukuman Mati Untuk Koruptor, Formappi: 'Memang Berani Lawan Oligarki?' Kredit Foto: Antara/Galih Pradipta
Warta Ekonomi, Jakarta -

Wacana penerapan hukuman mati bagi koruptor yang digulirkan oleh Jaksa Agung, ST Burhanuddin, terus memantik komentar dari sejumlah pihak. Banyak masyarakat yang mendukung, namun tak sedikit juga yang menolak ide tersebut dengan berbagai alasan. Termasuk juga Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) yang justru menyangsikan keberanian Jaksa Agung dalam menentang kekuatan oligarki yang diklaim kerap menjadi penentu atas sejumlah kasus korupsi yang ada. Pun, hingga saat ini juga masih banyak kasus korupsi yang menumpuk dan ‘mangkrak tanpa mampu untuk secepatnya dirampungkan oleh Kejaksaan Agung. “Kami tidak yakin wacana (hukuman mati untuk koruptor ini dapat dan layak untuk direalisasikan. (Ketidakyakinan) Ini juga didukung bahwa fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Komisi III DPR RI terhadap Kejaksaan Agung sejauh ini hanya formalitas saja. Jadi wacana ini tidak mungkin dapat terealisasi,” ujar Peneliti Formappi, Lucius Karus, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Dengan iklim korupsi di Indonesia yang telah demikian sistematik, menurut Lucius, gagasan hukuman mati bagi koruptor tidak akan dengan mudah mendapatkan dukungan oleh elit parpol maupun DPR. Hal ini lantaran praktik korupsi yang selama ini terjadi sengat erat kaitannya dengan para elit politik itu sendiri. “Maka logikanya mereka (elit parpol) ini tidak akan mungkin mau merancang hukuman berat bagi diri mereka sendiri. Saya pikir memang seperti itu kinerja Komisi III DPR, lebih banyak formalitas saja terhadap kinerja kejaksaan. Mungkin mereka juga punya alasan, karena kalau membicarakan kasus-kasus mangkrak itu jangan-jangan mereka juga justru dianggap mengintervensi,” tutur Lucius.

Dalam pandangan Lucius, DPR semestinya bisa mengawasi kinerja Kejaksaan Agung dari sisi manajerialnya, manakala ada kasus korupsi yang terkatung-katung tanpa arah penyelesaian yang jelas. Di lain pihak, Lucius juga menilai bahwa kinerja Kejaksaan Agung sejauh ini tidak maksimal, meski dalam kasus-kasus tertentu inisiatifnya dalam menangani kasus korupsi juga juga tetap perlu diapresiasi. Pun, catatan bagus soal inisiatif itu tidak lalu dapat menutupi fakta bahwa masih banyak kinerja-kinerja lain dari Kejaksaan yang sampai saat ini belum juga tuntas. “(Fakta) Ini harusnya menjadi acuan bagi DPR untuk lebih tegas lagi dalam mengawasi kinerja Kejaksaan Agung. Namun, faktanya DPR juga diisi oleh berbagai kalangan, yang tentu menjadikannya tidak bebas dari kepentingan” tegas Lucius.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Taufan Sukma
Editor: Taufan Sukma

Bagikan Artikel: