Dr. Raymond R. Tjandrawinata: Dunia Harus Bersatu Menanggapi Krisis Ekonomi Global Pascapandemi
Hal lain, para menteri perdagangan yang berpartisipasi dalam WTO sudah bernegosiasi selama lebih dari dua dekade untuk membatasi subsidi penangkapan ikan berlebihan yang merusak di lautan dunia. Walaupun WTO pernah membuat terobosan baru untuk menetapkan aturan perdagangan dan menyelesaikan perselisihan, WTO hanya memainkan sedikit peran dalam mengatasi tantangan global rantai pasokan saat ini.
Krisis pangan global juga tidak mungkin untuk ditanggapi secara efektif karena lebih dari dua puluh empat negara telah memberlakukan pembatasan ekspor untuk melestarikan pasokan makanan di negara mereka yang terancam oleh runtuhnya ekspor gandum Ukraina dan Rusia.
Baca Juga: Waspada, Efek Krisis Global! Indonesia Bisa Masuk Krisis Ekonomi Lagi
Walaupun ketidaksepakatan negara-negara anggota WTO sering mengecewakan, namun kegagalan untuk mencapai kesepakatan yang ditujukan untuk meningkatkan produksi vaksin, mencegah krisis pangan, atau membatasi penangkapan ikan yang berlebihan akan semakin memperkuat pandangan bahwa WTO tidak lagi menjadi forum yang layak untuk mengatasi kekurangan perdagangan internasional.
Yang pasti, kegagalan persetujuan tidak akan berakibat fatal bagi sistem WTO yang mengatur arus perdagangan senilai lebih dari USD17 triliun setiap tahun. Tetapi hal ini bisa menjadi tanda yang sangat jelas bahwa mitra dagang dunia sedang menggambar ulang kesetiaan di sepanjang garis geopolitik, suatu fase baru dimana negara-negara kuat semakin kuat dan negara lemah diinjak-injak.
Tentu saja tak ada lembaga yang dapat diabaikan. Terbukti selama ini pemerintah negara-negara selalu menemukan cara baru dan kreatif untuk bekerja sama ketika lembaga lama tidak cukup mahir menyelesaikan masalah.
Baca Juga: Selain Pandemi Covid-19, Ada Pembahasan Lain yang Dibahas oleh WTO, Soal?
Contoh kejadian di tahun 1970-an, ketika dunia menghadapi analogi yang sangat mirip dengan tantangan hari ini. Badai inflasi nyaris sempurna nan tak terkendali, perang di Vietnam dan Timur Tengah, kartel minyak yang mendorong harga energi global, runtuhnya sistem mata uang yang didukung emas di bawah kesepakatan Bretton Woods, serta skandal politik Watergate presiden Nixon di Amerika Serikat menghasilkan periode ketidakstabilan global dan pertumbuhan ekonomi yang sangat lemah.
Pada awalnya, pemerintah tidak dapat bekerja sama secara memadai untuk mengatasi tantangan tersebut. Saat itu berkembanglah beberapa teori yang menggambarkan "krisis legitimasi" kapitalisme Barat. Tetapi para menteri keuangan dari negara-negara Barat terkemuka saat itu datang bersama-sama untuk mencoba membangun sistem moneter baru setelah Amerika Serikat saat itu.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ayu Almas
Tag Terkait: