Sukses Wariskan Djarum untuk Budi Hartono dan Michael Hartono, Ini Cerita Oei Wie Gwan 'Si Tukang Mercon' Membangun Bisnis

Sebagai perusahaan, Djarum telah dibangun dalam waktu yang lama. Bahkan, perusahaan ini sudah dirintis jauh sebelum kepemimpinan Robert Budi Hartono dan Michael Bambang Hartono.
Perusahaan Djarum pertama kali didirikan oleh Oei Wie Gwan. Langkah itu dimulai ketika Oei Wie Gwan membeli perusahaan rokok hampir bangkrut, NV Murup, pada tahun 1951. Setelah diambil alih, nama perusahaan ini diubah menjadi Djarum Gramofon dan kemudian disingkat menjadi Djarum.
Sebenarnya, sebelum mendirikan Djarum, Oei Wie Gwan telah lebih dulu terjun ke dunia bisnis dengan menjalankan usaha kembang api atau mercon pada tahun 1930-an dengan merek Leo. Merek ini sukses menguasai pasar kembang api di Indonesia pada masanya.
Namun, setelah Indonesia merdeka, pemerintah melarang produksi kembang api, sehingga bisnis tersebut harus dihentikan. Meskipun menghadapi kegagalan dalam usaha pertamanya, semangat wirausaha Oei Wie Gwan tidak surut. Ia kemudian beralih ke industri rokok kretek yang memiliki prospek lebih cerah di pasar Indonesia.
Benar saja, peluang bisnis yang dibidik Oei Wie Gwan tersebut akhirnya sampai ke anak dan cucu. Meskipun begitu, kesuksesan Djarum dalam merintis bisnis di Indonesia bukanlah tanpa rintangan.
Pada tahun 1963, pabrik Djarum mengalami kebakaran hebat yang hampir memaksa perusahaan tersebut untuk tutup. Di tengah cobaan ini, kondisi kesehatan Oei Wie Gwan semakin memburuk, dan pada tahun yang sama, ia meninggal dunia.
Sebelum berpulang, Oei Wie Gwan mewariskan bisnis Djarum kepada kedua putranya, Robert Budi Hartono dan Michael Bambang Hartono. Tak disangka, kedua putra Oei Wie Gwan itu berhasil membangun kembali Djarum dan justru meningkatkannya menjadi salah satu produsen rokok kretek terbesar di Indonesia.
Pada awalnya, Djarum hanya memproduksi rokok kretek lintingan, baik secara manual maupun dengan mesin. Produk ini berhasil diekspor ke berbagai pengecer tembakau di seluruh dunia.
Seiring waktu, PT Djarum berkembang pesat dan kini menjadi salah satu dari empat perusahaan rokok terbesar di dunia. Keberhasilan ini tidak lepas dari fokus perusahaan pada penelitian dan pengembangan (R&D), yang memungkinkan Djarum untuk terus berinovasi dalam memproduksi rokok kretek berkualitas tinggi.
Produk-produknya tidak hanya populer di Indonesia, tetapi juga diekspor ke berbagai negara. Misalnya, Djarum Super yang berhasil menarik perhatian konsumen di Amerika Serikat, Eropa, dan Asia.
Selain mempertahankan bisnis utama di sektor rokok, keluarga Hartono juga melakukan diversifikasi usaha ke berbagai sektor lain. Salah satu langkah strategis mereka adalah mengakuisisi Bank Central Asia (BCA) dari Liem Sioe Liong atau Sudono Salim.
Selain itu, anak-anak Oei Wie Gwan atau keluarga Hartono juga berbisnis di sektor elektronik melalui merek salah satunya Polytron, di sektor properti salah satunya dengan memiliki Grand Indonesia, di sektor agrikultur lewat kebun sawit, dan lainnya.
Baca Juga: Berawal dari Mitra Franchise Pertama, Ray Kroc Sukses Beli McDonald's dan Kembangkan 7.500 Cabang
Menurut data Forbes pada November 2024, kekayaan keluarga Hartono mencapai $50,3 miliar. Nilai ini menjadikan keluarga Hartono sebagai orang paling kaya di Indonesia dan nomor lima di Asia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement