Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kisah Perusahaan Raksasa: Airbus, Bisnis Burung Besi Eropa yang Mendominasi Dunia

Kisah Perusahaan Raksasa: Airbus, Bisnis Burung Besi Eropa yang Mendominasi Dunia Kredit Foto: Reuters/Stephane Mahe
Warta Ekonomi, Jakarta -

Airbus Industrie SE adalah kongsi dagang pembuat pesawat terbang Eropa yang dibentuk pada 1970. Pesawat buatannya bermesin jet berkapasitas tinggi dengan jarak tempuh pendek hingga menengah. 

Airbus diketahui melakukan perancangan, produksi hingga menjual produk-produknya baik untuk sipil dan militer. Dengan begitu, korporasi ini menjadi produsen pesawat terbesar di dunia dan menerima pesanan pesawat terbanyak. 

Baca Juga: Kisah Perusahaan Raksasa: AEON, Peritel Terbesar Jepang yang Bisnisnya Ada di Mana-mana

Karena berbentuk konsorsium, anggota-anggota Airbus diisi oleh Perusahaan Pertahanan Penerbangan dan Luar Angkasa Eropa (EADS)milik Jerman-Prancis-Spanyol. Perusahaan ini memegang 80 persen saham. Selanjutnya ada Britain's BAE Systems dengan 20 persen. Belgiums Belairbus dan Alenia Italia adalah anggota yang berbagi risiko dalam prorgram tertentu. Markas besar Airbus berada di Toulouse, Prancis.

Ketika Airbus dibentuk sekitar empat dekade lalu, sektor manufaktur pesawat sipil Eropa terlihat sangat berbeda dengan saat ini. Di balik itu semua, ada dua aktor pembeda yang menjadi kekuatan di balik organisasi itu, yakni Prancis dan Jerman.

Saat pabrikan pesawat Eropa terhuyung-huyung dari satu dekade yang didominasi oleh saingan --Amerika Serikat-- jelas bahwa kolaborasi adalah jalan ke depan.

Untuk saat ini, Airbus mencatatkan namanya menjadi salah satu perusahaan terkaya berdasar pada revenues (pendapatan). Jika dilihat dalam Fortune Global 500 tahun 2020, perusahaan dirgantara Eropa duduk nyaman di peringkat ke-116 dunia. 

Posisi tersebut disokong oleh kekuatan finansial perusahaan. Di tahun 2020 itu, Airbus membukukan pendapatan sebesar 78,88 miliar dolar AS per tahun, atau naik 4,9 persen dari 2019 (75,18 miliar dolar). 

Capaian gemilang raksasa Eropa itu rupanya cukup sampai di situ. Pasalnya di tahun yang sama, Airbus sama sekali tidak mendapatkan keuntungan karena laba turun 142,3 persen menjadi minus 1,52 miliar dolar. Namun di lain sisi, aset dan total ekuitasnya masing-masing masih sehat, dengan torehan 128,41 dan 6,7 miliar dolar.

Lantas, berikut ulasan ringkas atas perusahaan raksasa Airbus, yang disusun oleh Warta Ekonomi, Jumat (28/1/2021), dalam artikel berikut ini.

Seperti penjelasan singkat di awal, Airbus awalnya cukup tertinggal oleh pesaing utama, yaitu Boeing Company dari AS. Meskipun begitu, rupanya kondisi inilah yang menjadi pendorong Airbus untuk menyusul pabrikan asal AS itu. 

Hegemoni pasar global untuk pesawat penumpang komersial dikuasai oleh masing-masing pabrikan AS meliputi Boeing, McDonnell Douglas Corporation, dan Lockheed. 

Di waktu yang sama namun di lokasi berbeda, Prancis dan Inggris menghadapi pemutusan hubungan kerja (PHK) tinggi. Itu terjadi sebagai imbas berhentinya pesawat-pesawat buatan Eropa pada sekitar 1960-an. Dua pesawat rakitan Eropa terbesar pada saat itu adalah French Caravelle dan BAC-111.

Atas kondisi itu, perusahaan kedirgantaraan Eropa terlalu kecil untuk menanggung biaya investasi yang tinggi untuk mengembangkan pesawat jet baru. Pabrikan Inggris dan Prancis mencoba langkah penggabungan (merger) pada pertengahan 1960-an namun berakhir gagal. 

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Muhammad Syahrianto
Editor: Muhammad Syahrianto

Bagikan Artikel: