Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Rekor, Sejarah Harga TBS Petani Pasca-Serapan CPO Domestik Semakin Membaik

Rekor, Sejarah Harga TBS Petani Pasca-Serapan CPO Domestik Semakin Membaik Kredit Foto: Antara/Syifa Yulinnas

Untuk pelaksanaan program B30 pada tahun 2020 yang lalu, pemerintah menerbitkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 227 K/10/MEM/2019 Tentang Uji Coba Pencampuran BBN Biodiesel 30 persen (B30) ke dalam Solar, yang ditandatangani Menteri ESDM Arifin Tasrif pada 15 November 2019, dan uji coba ini berjalan sukses.

Setelah sukses dari berbagai kajian, maka secara resmi tanggal 23 Desember 2019 Presiden Jokowi me-launching Program Mandatori B30 (campuran biodiesel 30% dan 70% BBM jenis solar), dan per 1 Januari 2020 efektif berlaku di seluruh SPBU Indonesia.  Program Mandatori B30 inilah yang menjadi titik nol sejarah mengapa harga TBS Petani sangat terjaga dan Indonesia pun tercatat sebagai negara pertama di dunia yang mengimplementasikan B30, dan dunia saat itu terpesona karena double effeck, pertama serapan Domestik meningkat signifikan dan kedua mengurangi import Solar sebesar bauran tersebut. 

Setelah diluncurkannya B30 ini, per Februari 2020 badai Virus Covid-19 melanda dunia. Pesisme Ketika itu muncul bahwa B30 akan gagal total. Namun asumsi-asumsi ini semua terbantahkan karena justru harga CPO dunia malah menjadi melambung tinggi (pemanfaatan sawit untuk oleokima terkhusus untuk industry sanitasi) dan pungutan eksport (PE) dan Bea Keluar (BK) pun bergerak secara progresif sesuai ketentuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK), maka disematkanlah sawit sebagai salah satu lokomotif ekonomi Indonesia dimasa pandemic Covid-19.

Ada beberapa faktor mengapa harga CPO dunia naik signifikan disaat yang bersamaan ekonomi dunia melemah seiring badai Covid-19. Yang pertama adalah tingginya serapan CPO Domestik dengan B30 yang mencapai 7,226 juta ton CPO (2020), hal ini mengakibatkan kelangkaan CPO Dunia, ya berlakukah teori ekonomi. Kedua adalah bahwa dunia tidak bisa lepas dari ketergantungan CPO Indonesia, meskipun banyak negara sebagai penghasil minyak nabati dari tanaman selain sawit, namun efisiensi ekonomisnya 9,8 kali lebih mahal diibanding sawit (jika ditinjau dari penggunaan lahan), ibaratnya jika goreng pisang dipakai dengan minyak goreng sun flower maka harga goreng pisang bisa mencapai Rp 42ribu jika di rupiahkan.

Ketiga adalah bahwa faktanya tanki penimbunan CPO di negara-negara importir CPO Indonesia hanya terisi 30-60% dari total kapasitas normalnya karena terjadi kelangkaan CPO dunia. Dengan demikian permintaan CPO akan terus melaju. Kempat adalah bahwa terjadi penurunan aktivitas budidaya tanaman penghasil minyak nabati di Eropa dan negara penghasil minyak nabati lainnya (selain sawit), penurunan ini cenderung diakibatkan dampak pandemic covid-19, sementara aktivitas agronomi dan agroindustry kelapa sawit sama sekali tidak terganggu (hasil survey APKASINDO di 22 Provinsi, 2020).

Halaman:

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Fajria Anindya Utami

Bagikan Artikel: